[] reportase kustawa esye/ foto-foto dok. sahabat kapas dan kustawa esye
DIAN SASMITA; PEMBUKA TABIR GELAP
MASA DEPAN ANAK-ANAK TERPIDANA
DIAN, SAPAAN AKRAPNYA. TAHUN 2009 TERJUN TOTAL MENDAMPINGI ANAK-ANAK TERPIDANA, MENGABDIKIAN DIRI UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN SPIRIT HIDUP DAN MEMBUKA TABIR GELAP MASA DEPAN ANAK-ANAK PENGHUNI TIRALI BESI.
TERBIUS ‘candu’ senyum ceria dan demi masa depan anak-anak yang terjerat kasus pidana, serta terpaksa menjalani hidup di penjara, Dian Sasmita memilih mengundurkan diri rutinitas pekerjaan kesehariannya, dan menanggalkan titian karir profesinya yang kian memuncak.
Semenjak tahun 2007, alumni Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta tahun 2004 ini, tercatat telah lulus sertifikasi sebagai pengacara. Dan, sejak tahun 2007 itu juga dia bekerja di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yayasan Atma (Solo), dengan lebih memfokuskan pendampingan dan memberikan bantuan hukum kepada perempuan maupun anak-anak yang terjerat berbagai kasus hukum pidana.
Selama menekuni karirnya sebagai pengacara, perempuan kelahiran Ambarawa, Salatiga, 35 tahun lalu ini sering mendampingi anak-anak yang bersentuhan dengan beragam kasus hukum, hingga sering bolak-balik ke lembaga pemasyarakatan (Lapas) yang disebut-sebut penjara atawa Rumah Tahanan (Rutan) bagi masyarakat awam.
Dari interaksi langsungnya dengan anak-anak yang tersandung masalah hukum, kemudian terpaksa menjalani hidup di balik jeruji besi itulah, Dian Sasmita menemukan data angka dan fakta, sebagian besar anak-anak yang menghuni penjara, pernah menjadi korban kekerasan pada masa kecilnya.
“Selain dari orangtua dan atau anggota keluarga mereka sendiri, ada juga anak yang menjadi korban penelantaran dan perundungan atau bullying,” jelas aktifis perlindungan hak anak yang sejak tahun 2000 menetap di Solo tadi.
Terspirit naluri keibuannya, untuk menolong anak-anak yang dirundung kemalangan tadi agar tidak lebih terpuruk, sebagaimana pepatah ‘Sudah jatuh masih tertimpa tangga juga’, tahun 2009 Dian Sasmita memutuskan lebih total mendampingi anak-anak terpidana.
Perempuan yang akrap disapa Dian ini, sepenuh hati mengabdikan dirinya untuk mendengarkan, ngobrol, menemani, memberi semangat, dan berusaha membuka lagi pintu masa depan anak-anak yang menghuni jeruji besi. Bersama sejumlah rekan-rekannya yang memiliki kepedulian serupa, dia mendirikan Sahabat Kapas.
Dengan komunitas inilah, istri Kartika Bagus Cahyono tadi lebih konsentrasi dan rutinitas mendampingi anak-anak penghuni Rumah Tahanan. Diceritakan juga, waktu itu ada 12 anak penghuni Lapas Kelas I Solo yang didampingi komunitasnya.
Menurut Dian, penyebab perilaku negatif anak-anak sebenarnya sangat kompleks dan melibatkan orang-orang di sekitarnya maupun lingkungan tempat tinggalnya. Namun demikian yang terjadi justru sebaliknya, masyarakat melabeli mereka dengan stigma anak bermasalah selamanya.
“Akibatnya, tak ada yang peduli pada nasib dan masa depan mereka. Sebagian masyarakat, bahkan menolak mereka ketika bebas dari penjara. Dengan begitu, masa depan mereka pun pupus. Anak-anak malang itu harus ditolong dan dientaskan dari keterpurukan yang dideritanya,” pesan dia penuh harap.
Bagi Dian Sasmita, senyum anak-anak di penjara adalah magnet yang senantiasa memberi spirit dan motifasi untuk berbagi kepedulian maupun perhatian. Tiada pernah memilih dan memilah apapun kasusnya yang menjerat dan memaksa mereka menjalani hukuman penjara, tetap saja anak-anak yang butuh pendampingan dan perhatian.
Perkembangan selanjutnya, Sahabat Kapas yang dibidani dan dikomandani Dian Sasmita, kini telah dimotori tak kurang 14 relawan, 11 di antaranya mahasiswa. Termasuk salah satunya, Kartika Bagus Cahyono, suaminya yang berprofesi sebagai jurnalis salah sebuah stasiun televisi nasional.
“Magnet terbesar yang melahirkan Sahabat Kapas, adalah senyum anak-anak di dalam penjara. Seusai bertemu mereka, serasa ada ‘candu’ yang membuat kami merindukan untuk segera bertemu dan berinteraksi lagi,” cerita Dian Sasmita penuh semangat.
Dikatakan juga, Sahabat Kapas kini mendampingi 127 anak-anak yang tersebar di tiga Rumah Tahanan di Soloraya (Eks. Karisidenan Surakarta) Lapas Klaten, Rutan Solo, Rutan Wonogiri, dan LPKA Kutoarjo, Purworejo, Jawa Tengah.
Aktivitas pendampingannya selain didukung Badan Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana Jawa Tengah serta Kementerian Hukum, juga HAM. Terhitung sejak tahun 2015, Sahabat Kapas menjalin kerja sama dengan UNICEF dan Global Fund for Children.
Dian yang lebih suka disebut sebagai ibu rumah tangga katimbang sejumlah aktifitasnya lainnya, kepada Cempaka mengaku tiada pernah kesulitan membagi waktu untuk urusan rumah tangga dengan aktifitas sosial kemanusiannya di Sahabat Kapas.
“Setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, seperti belanja kebutuhan keluarga dan memasak, barulah beralih peran mengurus kegiatan komunitas Sahabat Kapas,” jelas dia. Secara kebetulan kantor maupun ‘markas’ tempat berkumpulnya belasan relawan Sahabat Kapas juga di rumahnya, Jln. Jambu II/36, Tohudan, Kecamatan Colomadu, Kabupaten Karanganyar.
Secara rutin dan terjadwal, Dian bersama sejumlah relawan lainnya mengunjungi Rutan, Lapas maupun Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Soloraya bahkan di daerah lainnya, untuk menemui anak-anak yang sedang tersandung masalah hukum.
Karena seringnya berkunjung, bagi perempuan yang pernah meraih penghargaan dari bebeberapa institusi (diantaranya Sarinah Award dari PDI-P tahun 2014 dan Kartini Award dari Solo Paragon di tahun yang sama) ini, Rumah Tahanan sudah dianggapnya seperti rumah kedua.
Aktifitas lainnya, di luar status utamanya sebagai ibu rumah tangga yang hobi mencoba resep makanan, dan penggiat hak anak khususnya anak-anak kondisi khusus dan rentan, lebih spesial lagi anak di dalam Rumah Tahanan, perempuan yang suka traveling ini juga mengisi hari liburnya dengan gowes sepeda lipat kesayangannya. [] kustawa esye
Dimuat di Tabloid Cempaka (Suara Merdeka Network)
Edisi; 31/ XXVII/ 12 - 18 Nopember 2016
www.tabloidcempaka.com