Selasa, 21 Februari 2017

JIWA JAWINING WANITA

Jiwa Jawining Wanita 

Oleh Ki Panji Koeswening 
Ketua Komunitas Kiai Damar Sesuluh 
[Spirit Religious, Cultural & Education]

MENURUT filosofi falsafah jiwane wong Jawi, keutamaan kaum Hawa  setidaknya ada lima. Sebagaimana ajaran para winasis warisan leluhur kita yang tertulis dalam pupuh tembang Sinom berikut ini; 

“Wanita kang pinilala// Jangkepe gangsal prekawis// Sepisan beciking rupa// Kapindho sucining ati// Katelu pinter wanasis// Kaping papat unggah-ungguh// Ping lima momong putra// Lan bekti mring gurulaki// Pratela yen wanita ingkang utama”/// 

Terjemahan bebasnya, “Wanita yang teramat istimewa// Lengkap lima perkara// Pertama kebersihan/ keindahan rupa// Kedua kesucian hati// Ketiga  pintar dan cerdas// Keempat sopan santun// Dan berbakti kepada suami// Itulah wanita yang utama”/// 

Perihal keutamaan wanita, sebenarnya juga tersurat dan tersirat dalam Serat Suluk Tembang Raras, karya pujangga Keraton Surakarta Hadiningrat yang dipesan khusus oleh Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakoe Boewana V. Dalam serat suluk yang  dipublikasikan tahun 1809 tadi diuraikan, jatidhiri perempuan terutama yang telah menjalani palakrama juga ada lima hal pokok, masing-masing diibaratkan lima jari tangan kita. 

Pertama, kaum Hawa yang telah terikat tali pernikahan seharusnya nglengganani lan nglenggahi kalungguhane (menyadari keberadaan dan kedudukannya) sebagaimana ibu jari atau jari jempol. Maksudnya, secara lahiriyah maupun batiniyah jiwa raganya diabdikan kepada gurulaki atau pria pendamping hidupnya. 

Kedua, jatidiri jiwa jawining wanita utama itu diibartkan jari telunjuk. Artinya, perempuan yang telah mengarungi samudra kehidupan berumah tangga, seharusnya selalu setiya tuhu  lan mbangun miturut kepada pria yang telah menjadi pendamping hidupnya. 

Walau dikatakan ‘hukumnya wajib’, sebenarnya asas demokrasi dan pranatan budaya emansipasi perempuan bangsa kita, tetap memberikan hak dan kewenangan kepada kaum wanita untuk bisa milah lan milih. Maksudnya, ibu rumah tangga haruslah tetap selektif dan berani meyakinkan kepada suaminya, apakah perintah yang harus dijalani tadi berdampak pada kebaikan, atau justru berakibat mensengsarakan keluwarganya.

Selanjutnya yang ketiga, perempuan yang telah berkeluarga harus juga menyadari jatidirinya sebagaimana jari panunggul, disebut juga jari tengah yang keberadaannya di tengah-tengah telapak tangan. Makna filosofinya, seorang istri haruslah senantiasa ngalembana dan mengistimewakan suaminya. 

Dalam ajaran jiwa jawining wong Jawi diibaratkan kendati bagaikan dengkul diiket-iketi pria iku tetep malati, sejelek apa pun raut wajah (termasuk juga sosok tubuh) seorang suami, haruslah tetap dihormati. Ajaran leluhur kita ini, sebenarnya juga sebagaimana ajaran agama Islam yang mendudukkan kaum pria sebagi pemimpin atau imam dalam keluarga. 

Keempat, perempuan itu diibaratkan jari manis. Dalam menjalani hak dan kuwajibannya sebagai ibu rumah tangga, wanita haruslah senantiasa bertingkah laku, solahbawa, polatan lan muna-muni kang manis. Singkatnya, dalam menjalani kuwajiban luhurnya sebagai ibu rumah tangga, harusnya senantiasa berusaha menyengkan hati suami maupun putra-putrinya.   

Kelima atau yang terakhir, dalam kehidupan berumah tangga wanita seharusnya juga dapat memahami dan menyadari kedudukannya sebagai jenthik atau jari kelingking. Makna filosofinya, ibu rumah tangga dituntut dapat menerapkan enam huruf huruf [ i ] dalam mahligai biduk rumah tangganya. Selain gemi, nastiti, ngati-ati lan pinter leladi sebaikknya juga pinter ngalembana lelaki.  

Lebih istimewa lagi jikalau sang istri juga pinter mijeti suami, maksudnya dapat meluruhkan hati pasangan hidupnya yang tengah emosi, menghibur pasangan hidupnya yang tengah resah gelisah, juga selalu memberi suport dan spirit. Lebih utama lagi, istri semestinya dapat meluruskan jalan hidup suami yang menyimpang dari ajaran/ perintah agama, melengseng dari kaidah hukum, norma susila dan norma sosial kemasyarakatan. []   
Ki Panji Koeswening; nama pena Kustawa Esye
Dikutip dari Majalah Aspiratip Edisi 05/ II/2015 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar